Pages

Subscribe:

pengikut

jam

Kamis, 27 Oktober 2011

Tren anak remaja zaman sekarang

Suatu sikap menyulut rasa prihatin saya belakangan ini adalah tren. Tren, saya tidak pernah paham bagaimana cara mengikutinya dan menikmati manfaatnya. Tiap tahun, anak muda dari kalangan borjuis atau pun bukan, menghabiskan sedemikian banyak uang orang tuanya untuk sekedar menghadirkan eksistensi dirinya di tengah pergaulan. Ada yang rela berjuang sedemikan keras, menabung, bahkan mengorbankan hal-hal yang lebih esensial untuk memiliki tren. Tidak perduli tren itu membawa lebih banyak manfaat atau mudarat bagi hidupnya. Tren yang saya maksud di sini adalah tren yang membuat orang jadi konsumtif. Contoh tren anak muda masa kini adalah BlackBerry. BlackBerry seolah menjadi syarat wajib pemuda-pemudi kota-kota besar. Gadget ini menjadi semacam simbol pergaulan. Setiap orang menginginkan konektivitas 24 jam non-stop dalam genggaman, stay connected dengan relasi. Awalnya saya antusias tentang hal ini, tapi entah mengapa setelah mengamati teman dan orang sekitar yang memiliki benda ini, saya mengurungkan niat. Mereka tampak mempunyai dunia sendiri. Dunianya adalah BlackBerrynya. Setiap ada waktu luang, mata mereka seolah-olah melakukan ibadah wajib “mengecek BlackBerry Messanger” tanpa kenal lelah. Tidak perduli sedang berada di mana, pokoknya jari-jari dan mata mereka tidak berhenti bekerja pada BlackBerrynya. Tidak semua orang sih yang seperti itu, tapi hampir sebagian besar. Saya pernah bertanya ke teman saya yang sedang asyik ber-BBM ria, ” oy,lagi ngapain lo?”, dia menjawab, “lagi bersosialisasi”. Kemudian saya tertawa. Mereka yang tampak bersosialisasi justru sedang ber-asosialisasi dengan orang sekitarnya. Dari situ saya menyatakan “tidak” terhadap benda ini. Alasannya, teman saya itu dahulu adalah orang dengan kontrol diri yang cukup tinggi, sedangkan saya memiliki kontrol diri rendah, bisa-bisa saya melakukan transplantasi BlackBerry ke tubuh saya kelak jika saya memilikinya. Bagi saya, handphone dengan fitur bisa telfon, sms, mms, internet, dan berkamera sudah cukuplah.
Kemudian tren kamera DSLR. Wah yang ini tren kelas berat karena harganya lebih mahal dari BlackBerry. Teman saya yang tidak menyukai fotografi pun banyak ingin memilikinya, hanya karena benda ini sedang tren. Alasannya sih karena hasil potretnya lebih bagus dari kamera pocket. Padahal menurut saya kamera pocket sudah cukup untuk pengguna awam seperti dia. Entahlah, mungkin dia ingin memotret pori-pori wajahnya atau agar tahi lalatnya tampak jelas dihasil potretnya nanti. Hehehe..
sepeda Fixed Gear
Dan tren saat ini adalah sepeda fixed gear. Lucu memang, teknologi lawas bisa jadi tren. Banyak orang yang berlomba-lomba ingin memilikinya. Biar sehat, katanya. Bisa ke kampus sekalian olahraga. Dalam hati saya: “liat saja berapa lama kamu bertahan pergi ke kampus dengan sepeda, paling tren fixed gear habis, sepeda itu tergeletak percuma”. Tren bersepeda bagi anak-anak muda tampak mengerikan bagi saya. Kebanyakan dari mereka bersepeda hanya karena tren. Sepeda bukan lagi sekedar alat transportasi bebas polusi tapi lebih menyerupai simbol pergaulan konsumtif.
Tren menghipnotis banyak orang untuk mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Dan negeri ini merupakan tempat berjualan yang sangat menguntungkan, dengan sifat konsumtifnya yang tinggi. Indonesia memegang peringkat pertama penjualan Seri Comunicator Nokia di dunia. Comunicator yang hanya dipakai untuk menelefon dan mengirim sms. Tren yang belum lama berlalu. Lihat kan betapa konsumtifnya bangsa ini karena pemuda-pemudinya.
Yah, mereka semua jadi konsumtif karena tren. Tren memang punya kaum kapitalis. Tren berjaya dan hadir dengan memanfaatkan sikap tidak pernah puas manusia, dan juga sikap bersaing. Bukan berarti tidak baik, ia juga menghadirkan manfaat bagi orang lain. Contoh: bagi pedagang BlackBerry, toko kamera SLR, dan toko-bengkel sepeda fixed gear. Setidaknya mereka bisa tersenyum bahagia dan menikmati rezeki berlimpah yang musiman ini.
(bukan berarti tidak menghargai pilihan orang lain, cuma pendapat pribadi, tulisan ini lebih menyerupai lembar curhat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar